Pelipur Lara Atas Meninggalnya Seorang Anak

Bismillah

Tidak ada sesuatu pun yang tidak mengagungkan Asma-Nya dengan puji-pujian

Saudaraku tercinta dan teman seperjalanan dalam perjalanan menuju Akhirat, Hafiz Khalid Effendi,

Bismillahirrahmanirrahim

Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa inna ilaihi raaji’uun” [Quran, 2: 155-6]

Kematian anakmu, saudaraku, membuatku sedih, tetapi karena keputusan ada pada Allah, menerima keputusan-Nya dengan ikhlas adalah salah satu tiang dan tanda-tanda keimanan. Semoga Yang Maha Kuasa membuatmu mampu menjalaninya dalam sabaran jamilan (kesabaran yang indah), dan semoga Dia menjadikan anakmu yang mati sebagai perantara kesejahteraanmu di Akhirat. Sedangkan untukku, aku akan menggunakan kesempatan ini untuk melihat kembali lima butir pelipur lara bagi orang-orang beriman yang takut Allah seperti dirimu sendiri, dan memberi mereka kabar baik.

Butir pertama: Yang dimaksud al-Quran sebagai anak-anak muda yang tetap muda [Quran, 56: 17], adalah ini:

Anak-anak orang beriman yang meninggal sebelum masa puber, mereka akan tinggal di Surga abadi sebagai anak-anak yang menyenangkan. Mereka akan selamanya menjadi perantara kebahagiaan dan kesenangan bagi orang tua mereka, yang akan menikmati kasih sayang mereka. Beberapa orang berpendapat bahwa penghuni Surga akan menikmati semua kesenangan kecuali cinta untuk anak-anak, karena Surga bukanlah tempat tempat untuk berketurunan. Tetapi, pernyataan al-Quran anak-anak muda yang tetap muda menunjukkan bahwa mereka akan selalu dikaruniai kasih sayang murni anak mereka yang telah mati, sedangkan di dunia ini cinta atau kasih sayang itu terbatas sampai paling lama 10 tahun dan kemudian sering disakiti oleh kesedihan dan anak yang tidak mau berterima kasih.

Butir kedua: Dulu pernah ada seorang ayah dibuang ke penjara sementara ia masih harus menjaga anaknya. Dia tidak hanya harus menanggung deritanya sendiri, tetapi dia juga harus merawat anaknya. Ketika dia menderita, gubernur kota yang iba mengirim seorang utusan untuk menawarkan merawat anaknya di dalam istana, karena anak tersebut adalah rakyatnya. Tanggapan laki-laki itu adalah tangisan duka: “Anak ini adalah satu-satunya pelipur laraku. Aku tidak dapat menyerahkannya kepada siapa pun.” Tetapi, temannya dalam penjara memberi saran kepadanya: “Tidak ada gunanya kau bersedih. Apabila kau kasihan pada anakmu, biarkan dia dikeluarkan dari penjara yang pengap dan kotor ini untuk dibawa ke istana yang indah dan luas. Sebaliknya, apabila kamu memilih dia harus tingal di sini untuk kesenanganmu sendiri, pikirkan usaha keras yang akan kamu lakukan untuk merawatnya. Terserah, kamu mau memberikan kepada gubernur atau tidak. Kasih sayang dan simpati gubernur itu pasti akan tumbuh sehingga ia akan berharap bisa bertemu kamu. Gubernur tidak akan mengirim anakmu ke penjara, tetapi sebaliknya yaitu gubernur akan memanggilmu ke istana asalkan kamu taat dan mempercayainya.”

Yang ada dalam perumpamaan di atas, saudaraku, adalah semua orang yang beriman yang anak atau anak-anaknya telah meninggal harus berpikir demikian: anak-anak (sebelum akil baligh) tidak berdosa. Sang Pencipta mereka, Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Maha Pemurah, telah membawa mereka ke dalam perawatan-Nya di dalam kasih sayang-Nya yang sempurna, sedangkan aku tidak akan dapat memberi mereka bekal jiwa dan moral yang memadai. Juga, Pencipta mereka jauh lebih menyayangi mereka dibanding besarnya kasih sayangku. Betapa bahagianya anak-anak itu, karena Allah telah mengeluarkan mereka dari kehidupan dunianya yang melelahkan menuju Surga tertinggi. Apabila dia hidup lebih lama, mereka mungkin telah mengalami kesesatan. Jadi, aku seharusnya tidak berduka. Mereka mungkin akan melakukan hal-hal yang bermanfaat bagiku apabila mereka telah tumbuh dewasa dan menjadi orang-orang yang taat, tetapi sekarang mereka menikmati kebahagiaan abadi. Selain itu, mereka akan menjadi perantara kesenangan yang abadi untukku atas cintanya terhadap aku, orang tuanya, dan mereka akan memohon kepada Allah untuk kebahagiaanku yang kekal di Surga. Karena itulah, seseorang yang pahala ribuan kali lebih besar dari hanya sekedar sebuah pahala seharusnya tidak berduka dan meratap.

Butir ketiga: Seorang anak adalah makhluk dan hamba Allah, dan milik-Nya. Allah telah menitipkan anak-anak dalam perawatan orang tuanya dalam jangka waktu tertentu dan demi kepentingan anak-anak tersebut. Kemudian, Allah telah memberikan di dalam hati mereka kebahagiaan, memberikan kasih sayang kepada anak-anak. Oleh karena itu orang-orang yang beriman seharusnya tidak meratapi anak mereka ketika Allah, Sang Pencipta yang Maha Pengasih dan Penyayang, mengambilnya.

Butir keempat: Orang tua mungkin mempunyai hak untuk meratapi kematian anaknya apabila dunia ini abadi dan manusia hidup selamanya. Tetapi realitanya adalah sebaliknya, karena dunia ini hanyalah sebuah tempat persinggahan. Kita semua akan menyusul ke tempat anak-anak yang meninggal ini pergi, karena kematian tidak hanya berlaku bagi anak-anak saja. Karena perpisahan bersifat sementara, dan pertemuan kembali telah ditentukan di dunia antara (antara kematian dan Pengadilah Terakhir) dan Surga, orang-orang beriman seharusnya bersyukur kepada Allah atas segalanya dan menghadapi setiap musibah dengan penuh keyakinan bahwa Keputusan ada di tangan-Nya [Quran 28: 70, 88].

Butir kelima: Kasih sayang, salah satu manifestasi termanis dan terindah dari Kasih Sayang Allah, adalah suatu jenis air kehidupan yang membawa manusia kepada Allah lebih cepat dibandingkan cinta. Seperti halnya cinta terhadap makhluk yang fana dapat berubah menjadi cinta terhadap Allah, meskipun melampaui banyak kesulitan, kasih sayang dapat membuat hati seseorang setulusnya dipersembahkan kepada Allah, tetapi tanpa terlalu menghadapi banyak kesulitan. Orang mencintai anak-anak mereka sebagaimana mereka mencintai segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia mereka. Apabila mereka beriman, mereka akan melepaskan dunia ketika anak mereka diambil dari mereka, dan benar-benar berserah diri kepada Allah. Kemudian mereka mulai merasa sangat tertarik dengan tempat di mana anak-anak mereka pergi, yakin bahwa dunia fana tidak patut mendapatkan minat mendalam semacam itu, lalu mencapai tingkat spiritual yang tinggi. Namun demikian, orang-orang yang sesat berada dalam tingkat spiritual yang mengenaskan setelah kehilangan anak mereka. Mereka menjalani hidup yang liar, mengabaikan perintah Allah, dan sangat kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil ketika anak mereka meninggal, karena mereka yakin anak mereka telah berpindah dari tempat tidur yang empuk ke liang kubur yang gelap. Ketidakpercayaan mereka atas Surga, yang telah dipersiapkan Allah untuk hamba-Nya yang telah meninggal dunia, memperparah rasa duka cita mereka. Tetapi orang-orang yang beriman yakin bahwa Sang Pencipta Yang Maha Pengasih dan Penyayang telah membawa anak-anak mereka ke Surga keluar dari dunia yang kotor ini, dan menghadapi kematian anak mereka dengan “kesabaran.” Jadi, jangan khawatir, saudaraku. Ini merupakan perpisahan sementara. Katakan: Keputusan adalah milik-Nya. Kita milik Allah, dan kepada-Nya-lah kita kembali, “Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” - dan bersabarlah.

Hanya Yang Maha Kekal sajalah yang abadi.

Said Nursi


  • Dikutip dari buku Menjawab yang tak terjawab, menjelaskan yang tak terjelaskan, edisi bahasa Indonesia dari Al-Maktubat (The Letters), seri ke-2 Risalah An-Nur karya Syekh Said Nursi.